Definisi Sahabat
Sahaabah adalah bentuk jama' (mejemuk) dari shahib atau shahabi. Dan definisi shahabi adalah orang yang berjumpa dengan Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam dalam keadaan beriman kepadanya, dan mati atas (keyakinan) itu. Imam Bukhari Rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mendampingi Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam, atau melihatnya dari kalangan kaum muslimin, maka dia dikategorikan Sahabatnya.“
Maksudnya, bahwa kata shahbah (persahabat-an) mengandung makna
yang khusus dan makna umum. Dipandang dari makna umum, maka mencakup setiap orang yang melihat Nabi Alaihi Sholatu Wassalam dalam keadaan beriman kepadanya dikatakan Sahabat. Oleh karena itu dikatakan Shuhbah atau persahabatan (selama) satu tahun, satu bulan, sejam dan lainnya. Sahabat yang mendapat keistimewaan dengan jenis persahabatan tertentu maka dia disifati dengan jenis persahabatan tersebut, dan tidak disifatkan kepada orang yang tidak memiliki keistimewaan tersebut.
yang khusus dan makna umum. Dipandang dari makna umum, maka mencakup setiap orang yang melihat Nabi Alaihi Sholatu Wassalam dalam keadaan beriman kepadanya dikatakan Sahabat. Oleh karena itu dikatakan Shuhbah atau persahabatan (selama) satu tahun, satu bulan, sejam dan lainnya. Sahabat yang mendapat keistimewaan dengan jenis persahabatan tertentu maka dia disifati dengan jenis persahabatan tersebut, dan tidak disifatkan kepada orang yang tidak memiliki keistimewaan tersebut.
Sebagian ulama mengatakan : “Setiap orang yang pernah mendampingi Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam, maka dia lebih mulia dari orang yang sama sekali belum pernah mendampingi beliau. Karena dengan persahabatan itu dia telah mendapatkan kedudukan, yang tidak dicapai oleh selain mereka dengan ilmu dan amalnya. Tidak ada seorangpun yang bisa mencapai kedudukan yang mereka capai dengan mendampingi (dekat) Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam.
Jumlah Sahabat
Disebutkan bahwa para Sahabat berjumlah 124 ribu orang. Dan Sahabat yang paling terakhir meninggal dunia adalah Abu at-Thufail Amir bin Waatsilah al-Laitsi. Sebagaimana yang ditegaskan oleh imam Muslim, beliau meninggal pada tahun 100H, dan ada yang mengatakan pada tahun 110 H.
(dikutip dari Keutamaan dan Hak-Hak Para Sahabat, Abdullah bin Sholeh Al-Qushair, Cetakan Islamic Da'wah, hal 8-9)
Kedudukan Sahabat di Umat ini
Setelah kedudukan sebagai nabi, tidak ada lagi kedudukan yang lebih tinggi dan lebih mulia dibanding kedudukan suatu kaum yang telah diridhoi Allah Subhanahu Wata'ala untuk mendampingi Nabi MuhamadAlaihi Sholatu Wassalam rasul-Nya yang termulia lagi penutup para nabi, dan untuk menjadi pembela agama-Nya.
Mereka itu adalah sebaik-baik pendamping para nabi dan rasul. Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalambersabda:
خير الناس قرني
” Sebaik-baik manusia adalah generasiku”
Oleh karena itu umat ini telah sepakat bahwasanya para Sahabat Rodhiallohu 'Anhu lebih mulia daripada orang-setelah mereka dari umat ini, dalam segi ilmu, amal perbuatan, pembenaran, dan persahabatan dengan Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam. Mereka lebih cepat meraih setiap sifat terpuji. Maka tidak diragukan lagi, bahwa mereka telah mendapatkan tongkat estafet sampai ke tujuan. Mereka telah sampai pada tingkat kemuliaan, kebaikan, ilmu dan seluruh karakter baik, yang tidak pernah dicapai oleh seseorangpun selain mereka.
Karena sesungguhnya bersegeranya mereka dalam beriman kepada Allah, dan Rasul-Nya, berhijrah, membela, berdakwah kepada Allah, berjihad di jalan-Nya, melawan penduduk bumi, dan setia kepada Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam, membenarkan, dan mentaati beliau sebelum tersebar tanda-tanda kenabiannya, dan belum tampak kemajuan dakwahnya, dan sebelum pengikut dan pembela beliau menjadi kuat, disaat jumlah kaum mukmin sedikit, sedang pembohong dan pendusta dari ahli kitab dan Musyrikin banyak jumlahnya. Harta yang mereka nafkahkan, dan jiwa raga yang mereka sumbangkan, demi mencari keridhoan Allah dalam situasi dan kondisi seperti itu, merupakan suatu perkara yang tidak mungkin terjadi pada seorangpun dari umat ini, dan tidak pula semisal ukuran pahalanya. Dalam Kitab Shahiih Bukhari, Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam bersabda :
لا تسبوا أصحابي , فوالذي نفسي بيده لوانفق أحدكم مثل أحد ذهبا مابلغ مد أحدهم وﻻنصيفه
” Janganlah kalian mencela Sahabatku, karena demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalau seseorang dari kalian menafkahkan emas seperti gunung Uhud, maka nilainya tidak akan mencapai satu mud (segenggam) tangan salah seorang mereka dan tidak juga setengahnya”
Keutamaan dan Keistimewaan Sahabat
Para Sahabat memiliki kelebihan diatas seluruh generasi umat ini dengan terlebih dahulunya mereka masuk Islam, yaitu pada awal munculnya agama ini, berjihad untuk memenangkannya dan menyampaikan kepada umat. Oleh karena itu merekalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sehingga mereka telah beriman disaat Islam dalam kondisi asing, dan berjihad diwaktu susah, berdakwah kepada Allah dengan penuh hikmah, mengorbankan jiwa raga, harta benda, dan bersabar dalam menghadapi permusuhan karib kerabat dan lainnya. Maka berkumpullah pada diri mereka kelebihan dan keutamaan yang banyak serta keistimewaan yang besar, yaitu :
- Lebih dahulu masuk Islam.
- Sabar diwaktu susah.
- Mendampingi Rasulullah Alaihi Sholatu Wassalam.
- Hijrah dan memberikan perlindungan.
- Pembelaan dan jihad.
- Pemimpin dalam Ilmu dan Amal
- Menyampaikan atau menyebarkan agama Sabar diwaktu susah.
Bukti-bukti keutamaan para Sahabat, dan kelebihan mereka yang besar sangat banyak, diantaranya:
A. Dalil yang tercantum dalam Al-Quran yang mengandung pujian dan sanjungan kepada mereka dengan amal perbuatan yang mulia dan pergaulan yang baik, dan janji kemenangan besar dan kerihoan Rabb yang maha mulia untuk mereka, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
مُحَمَّدٌ رسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِنَ اللهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِى الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْئَهُ فَئَازَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزَّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَاللهُ الَّذِينَ ءَامَنُواْ وَ عَمِلُواْ الصَّ'لِحَ'تِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمَا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang besama diaadalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya, tanda-tanda mereka nampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenagkan hati penanam-penanamnya karena allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar.'”(. Al-Fath:29)
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekali pun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr:9)
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka Surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenengan yang besar.” (At-Taubah:100)
Maka orang-orang yang mendapatkan janji mulia ini, Allah sungguh telah mengetahui bahwa mereka ini tidak akan mungkin keluar dari agama, akan tetapi mereka akan mati diatasnya. Adapun dosa yang mungkin mereka lakukan, sesungguhnya mereka tidak akan terus-menerus melakukannya, akan tetapi mereka diberi taufiq untuk bertaubat darinya. Lalu Allah pun menerima taubat mereka, dikarenakan kejujuran taubat mereka, dan karena mereka mempunyai banyak kebaikan yang bisa menghapus dosa dan kedudukan yang tinggi.
B. Penjelasan tentang kelebihan dan keutamaan mereka yang terdapat dalam Sunnah, seperti sabda Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam:
لا تسبوا أصحابي , فوالذي نفسي بيده لوانفق أحدكم مثل أحد ذهبا مابلغ مد أحدهم وﻻنصيفه لا
“Janganlah kalian mencela Sahabatku, karena demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalau seseorang dari kalian menafkahkan emas seperti gunung Uhud, maka nilainya tidak akan mencapai satu mud (segenggam) tangan salah seorang mereka dan tidak juga setengahnya”
Dan sabda beliau Alaihi Sholatu Wassalam:
خير القرون خير القرون قرني الذين بعثت فيهم
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku yang aku diutus ditengah-tengah mereka …” dan seterusnya.
C. Secara umum, setiap sifat-sifat orang takwa, mukmin dan muhsin, yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al-Quran, dan juga pujian, sanjungan dan janji untuk mendapatkan sanjungan di dunia dan akhirat terhadap mereka, maka Sahabat Rosulullah Alaihi Sholatu Wassalam adalah orang yang pertama, dan paling layak untuk menyandang sifat dan kriteria itu, dan orang yang paling banyak dan paling sempurna untuk memilikinya.
D. Keterangan yang telah mutawatir (riwayat banyak sekali) dalam Kitab dan Sunnah tentang keutamaan, kelebihan, dan keistimewaan mereka, kesaksian bahwa kedudukan mereka yang tinggi, dan sifat yang sempurna. Kesemua itu merupakan perkara yang telah diketahui oleh setia orang dalam perkara agama. Maka tidaklah layak untuk dipertentangkan dengan apa yang dikatakan oleh mereka yang sesat, lagi pembohong dari kalangan Rafidhah, Khawariz, Mu'tazilah serta sebangsanya dan pewaris mereka dalam kesesatan atau kedustaan.
Hak-Hak Sahabat yang Harus Ditunaikan oleh Umat
Hak-hak Sahabat yang harus ditunaikan oleh umat Islam termasuk hak dan kewajiban yang paling besar, diantaranya:
Pertama: Mengakui keutamaan dan kelebihan mereka yang telah ditetapkan dalam berbagai dalil, serta menyelamatkan hati dari membenci mereka, atau hasad dan dengki terhadap salah seorang dari mereka.
Kedua: Mencintai mereka dengan hati, memuji mereka dengan lisan, disebabkan mereka telah memiliki jasa-jasa besar, keutamaan yang telah mereka capai, dan disebabkan perjuangan baik yang telah mereka lakukan. Kemudian menebarkan rasa cinta kepada mereka ditengah-tengah umat disebabkan oleh faktor di atas.
Ketiga: Belajar dari mereka, dan mengikuti mereka dengan baik dalam hal ilmu, amal, dakwah, amar ma'ruf nahi mungkar, bergaul dengan masyarakat umum, dan keras terhadap musuh agama. Karena mereka ituRhodiallohu 'anhu orang yang paling mengetahui akan maksud Allah dalam firman-Nya dan maksud RasulullahSholalohu 'alaihi wa Sallam dalam Suannahnya, yang paling sesuai amalannya dengan Kitab dan Sunnah, dan yang paling sempurna dalam memberikan nasehat untuk umat ini, serta paling jauh dari hawa nafu danbid'ah.
Keempat: Memohonkan rahmat dan ampunan bagi mereka, sebagai wujud nyata dari firman AllahSubhanahu wa Ta'ala:
“Dan orang-orang yang datang sessudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo'a : 'Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi maha Penyayang”(al-Hasyr:10)
Kelima: Menahan diri, dan tidak membicarakan perselisihan yang terjadi dikalangan mereka, dan meyakini bahwa semua mereka itu mujtahid(Orang yang berijtihad) dan diberi pahala, maka orang yang benar dalam ijtihadnya mendapat dua pahala, dan orang yang salah mendapat satu pahala, dan kesalahannya diampuni karena ijtihadnya.
Keenam:Waspada terhadap setiap kabar burung/isu tentang kejelekan yang dinisbatkan kepada mereka. Karena kebaynakan kabr itu bohong dan diada-adakan, yang dibuat oleh pengumbar hawa nafsu, pelaku ekstrim dan fanatik golongan. Sedang berita yang kelihatannya benar, maka itu tidak diketahui apa maksudnya, dan menyebarkan kabar seperti itu menyebabkan hati penuh dengan rasa dengki dan celaan terhadap mereka. Juga sebagai penyebab munculnya rasa benci dan cacian terhadap mereka. Perbuatan itu termasuk dosa-dosa besar, dan faktor utama turunnya kemurkaan Allah Yang Maha Mengetahui hal yang ghaib.
Ketujuh: Meyakini haramnya mencaci mereka atau salah seorang dari mereka, sudah barang tentu melaknati mereka lebih di haramkan karena perbuatan itu berarti mendustakan rekomendasi, pujian dan janji Allah terhadap mereka untuk mendapatkan Surga, dan perbuatan itu mengindikasikan sikap yang kurang ajar terhadap Rasulullah Sholalohu 'alaihi wa Sallam, yang telah melarang kita untuk mencaci mereka. Dan merupakan sikap menzholimi dan melampaui batas terhadap hak-hak mereka., sedangkan mereka adalah wali-wali Allah yang khusus setelah para Nabi dan Rasul, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka seesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” ( Al-Ahzab:58)
Dalam hadits Qudsi yang shahih, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ” Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka sungguh Aku telah mendeklarasikan peperangan kepadanya.”
Ancaman terhadap orang yang Mencela Sahabat
Abu Zur'ah Rahimahullah berkata: “Jika kamu seorang menjelek-jelekan salah seorang Sahabat RasulullahSholalohu 'alaihi wa Sallam, maka ketahuilah sesungguhnya dia itu adalah zindiq (munafik). Hal itu karena Al-Quran adalah Hak, Rasul Sholalohu 'alaihi wa Sallam adalah hak, apa yang dibawanya adalah hak, dan tidak ada yang meriwayatkan semua berita ini (Al-Quran dan Sunnah) kecuali para Sahabat. Maka barangsiap yang mencela mereka, sesungguhnya maksudnya hanyalh untuk mengingkari Kitab dan Sunnah.”
Macam-Macam Celaan Terhadap Para Sahabat dan Hukumnya
Celaan terhadap Sahabat ada bermacam-macam:
Pertama: Mencela individu tertentu dari mereka, yang rekomendasi dan pujian terhadap dirinya telah disebutkan dalam Al-Quran atau hadits Nabi Sholalohu 'alaihi wa Sallam yang mutawatir. Maka celaan ini merupakan kafir, pendustaan, yang mengakibatkan pelakunya keluar dari agama Islam, dan wajib dibunuh, jika tidak bertaubat dan mencabut perkataannya.
Kedua: Mencela para Sahabat dengan menganggap kafir atau menganggap fasik sebgaian besar mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh mayoritas orang Rafidhah (Syi'ah), maka ini adalah kufur. Karena celaan ini berarti mendustakan Allah, dan Rasul-Nya Sholalohu 'alaihi wa Sallam yang telah memuji dan meridhoi mereka semua. Bahkan barangsiapa yang ragu kekufuran seperti ini, maka kekafirannya adalah suatu hal yang mutlak, karena makna dari uccapan ini, bahwa periwayat atau penukil Kitab dan Sunnah adalh orang kafir atau orang yang fasik.
Ketiga: Mecela dengan cara melaknat dan mengolok-olok mereka, maka dalam hukum pengkafiran pelaku perbuatan ini terdapat dua pendapat ulama. Berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa orang tersebut tidak kafir, maka diwajibkan untuk memberinya sanksi dan pelajaran, atau penjara sampai mati, atau dian mencabut kembali perkataanya, dan mnyatakan bahwa ia telah berdusta dan berbuat kejahatan.
Keempat: Mencela mereka dengan suatu tindakan yang tidak ada hubungannya dengan masalah agamanya, seperti celaan dengan kata-kata penakut, bakhil, maka pelaku celaan macam ini tidak menjadi kafir, akan tetapi diberi sanksi hukuman yang membuatnya dan orang lain jera.
Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam didalam kitabnya As-Shorimul Maslul. Beliau menukil perkataan Imam Ahmad yang mengatakan:“Sesungguhnya tidak boleh menyebut kejelekan para Sahabat sedikitpun, dan tidak pula mencela seseorang dari mereka dengan menyebutkan aib,atau kekurangan. Barangsiapa yang melakukan hal itu maka ia diberi hukuman, apabila dia bertaubat ia dilepaskan, kalau tidak mau bertaubat, dibiarkan dala penjara sampai dia kembali pada kebenaran.”
Madzhab Ahlu Sunnah terhadap Sahabat
Inti Sari Madzhab Ahli Sunnah Wal Jama'ah Tentang Para Sahabat
A. Mencintai para Sahabat Rasulullah Shallallohu Alaihi wa Salam, karena mencintai mereka merupakan keimanan, dan membenci mereka meripakan kemunafikan, dalam Hadits shahih dari Nabi Shallallohu Alaihi wa Salam, beliau bersabda:
” Tanda-tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar, dan tanda-tanda kemunafikan adalah memebenci Anshar, dan tanda-tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar.”
Dan beliau Shallallohu Alaihi wa Salam bersabda tentang Anshar :
“Tidak ada yang mencintai mereka kecuali orang mukmin, tidak ada yang membenci mereka kecuali orang munafik.”
Jika hal ini berkenaan dengan kaum Anshar, maka kaum Muhajirin tentu lebih utama untuk dicintai, karena pada umumnya mereka lebih utama, dikarenakan mereka lebih dahulu masuk Islam, berhijrah dan memberikan pembelaan. Dan kaum Muhajirin lebih dahulu disebutkan daripada kaum Anshar dalam banyak dalil-dalil yang menerangkan keutamaan, keridhoan dan janji Allah untuk mereka berupa pahala yang mulia dan agung.
B. Bersihnya hati Ahli Sunnah Wal Jama'ahdari sifat dengki terhadap salah seorang Sahabat beliauShallallohu Alaihi wa Salam sebagai wujud nyata dari firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
“Dan orang-orang yang datang sessudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo'a : 'Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi maha Penyayang”(al-Hasyr:10)
C. Terhindarnya lidah mereka dari mencela Sahabat, sehingga Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidak menyebut salah seorang dari Sahabat beliau Shallallohu Alaihi wa Salam kecuali dengan kebaikan, dalam rangka memuji dan memberikan saksi keutamaan untuknya. Karena Nabi Shallallohu Alaihi wa Salam telah menjaga kehormatan mereka, beliau Shallallohu Alaihi wa Salam :
لا تسبوا أصحابي , فوالذي نفسي بيده لوانفق أحدكم مثل أحد ذهبا مابلغ مد أحدهم وﻻنصيفه
” Janganlah kalian mencela Sahabatku, karena demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalau seseorang dari kalian menafkahkan emas seperti gunung Uhud, maka nilainya tidak akan mencapai satu mud (segenggam) tangan salah seorang mereka dan tidak juga setengahnya”
Hadits ini sangat nyata sekali dalam mengharamkan celaan, tentu melaknat lebih besar daripada celaan, maka keharamannya lebih nyata. Keduanya (celaan dan laknat) merupakan dosa besar. Dalam Hadits shahih daru Nabi Shallallohu Alaihi wa Salam :
” Melaknat orang mukmin seperti membunuhnya”
dan telah sah dari beliau Shallallohu Alaihi wa Salam, bahwa beliau Shallallohu Alaihi wa Salam bersabda:
” Takutlah kalian kepada Allah berhubungan dengan para Sahabatku, janganlah kalian menjadikannya sebagai sasaran celaanmu. Barangsiapa yang menyakiti mereka, sungguh dia teah menyakitiku, dan barangsiapa yang menyakitiku maka sungguh dia telah menyakiti Allah, niscaya Allah akan menyiksanaya.”
Sehingga hak-hak Sahabat yang harus ditunaikan oleh umat ini merupakan hak-hak yang paling besar. Kerena mereka itu adalah orang yang paling baik dari umat ini, bahkan mereka adalah sebaik-baik manusia setelah para Nabi dan Rasul, semoga Shalawat dan Salam atas para Nabi dan Rasul serta keridhoan Allah terhadap semua Sahabat.
D. Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidak meyakini salah seorang dari Sahabat terhindar dari dosa, baik kerabat NabiShallallohu Alaihi wa Salam, yang terdahulu masuk Islam, atau yang lainnya, dari orang-orang yang pernah berjumpa dengan Nabi Shallallohu Alaihi wa Salam. Akan tetapi Ahli Sunnah meyakini secara umum, bahwa dosa itu bisa saja terjadi dari mereka, baik dosa besar atau dosa kecil. Akan tetapi Allah mengampuni mereka dengan sebab-sebab yang telah Allah mudahan untuk mereka, diantaranya:
- Bertaubat dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengangkat derajat mereka dengan taubat itu.
- Mereka diampuni disebabkan oleh amal kebaikan yang bisa menghapuskan dosa. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Rabb mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik.” (Az-Zumar:33-34). Mereka (para Sahabat) Rodhiallohu 'anhu adalah umat yang paling agung keseriusannya dalam beriman, dan membenarkan Rasulullah Shallallohu Alaihi wa Salam. Mereka memiliki amal kebajikan, dan kemuliaan yang menyebabkan dosa yang mereka lakukan diampuni, bila hal itu ada.
- Sampai-sampai mereka itu diampuni dari kejelekan dan dosa, yang tidak diampuni dari orang- setelah mereka. Sungguh Rasulullah Shallallohu Alaihi wa Salam telah bersabda bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi dan sesungguhnya satu genggam dari salah seorang mereka, jika dia bersedekah dengan ukuran itu, lebih baik dari pada sedekah dengan emas sebesar gunung Uhud dari orang setelah mereka.
- Kemudian seandainya mereka melakukan suatu dosa, boleh jadi dia telah bertaubat darinya, karena mereka adalah umat yang paling agung rasa takutnya kpada Allah, paling bersegera untuk bertaubat, dan melakukan hal-hal yang menjadi penyebab dosa dihapuskan, dan paling jauh dari sikap bergelimang dalam dosa.
- Dan juga karena mereka memiliki keutamaan lebih dahulu masuk Islam, dan banyak amal kebajikan yang dapat menjadi penghapus dosa, dan karakter lain yang telah dikhususkan Allah untuk mereka, ditambah lagi dengan berbagai cobaan yang menimpa mereka, yang dapat menghapuskan dosa.
- Kemudian mereka adalah orang yang paling berhak mendapatkan syafaat Nabi Shallallohu Alaihi wa Salam, dan faktor-faktor pengampun lainnya.
Kalau kondisinya seperti ini dalam hal dosa yang benar-benar dosa, maka bagaimana halnya dengan perkara yang mereka sebagai yang berijtihad dan diberi pahala. Orang yang benar dalam ijtihadnya mendapat dua pahala, pahala karena mendapatkan kebenaran, dan pahala berijtihad, sedang orang yang salah, mendapat pahala berijtihad, dan kesalahannya diampuni.
E. Oleh karena itu, Ahli Sunnah Wal Jama'ah telah bersepakat atas wajiban untuk diam dan tidak membicarakan fitnah yang terjadi diantara para Sahabat Rodhiallohu 'anhum, setelah terbunuhnya 'UtsmanRodhiallohu 'anhu dan mengatakan: Innalillah wa innalillah terhadap bencana itu dan mohon ampun bagi yang terbunuh dari kedua belah pihak, dan mendoakan semoga dicurahkan rahmat terhadap mereka. Salah seorang ulama salaf tatkala ditanya tentang peperangan yang terjadi antara Sahabat, ia berkata:“Itu adalah darah dan tubuh yang tercabik-cabik yang tangan kita telah disucikan darinya, maka kita tidak akan menodai lidah kita dengannya (ikut serta berbicara),” kemudian ia membaca firaman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
“Itu adalah umat yang lalu. Baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak dimintai pertanggung jawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.”(Al-Baqarah:134)
Merupakan kewajiban atas kita adalah menjaga dan mengakui keutamaan dan kesegeraan para Sahabat, kemudian menyebarkan kesitimewaan mereka, dan meyakini bahwa setiap individu dari mereka adalahmujtahid yang tidak pernah sengaja melakukan kesalahan.
Maka barang siapa yang benar, maka dia mendapat dua pahala, dan kesalahannya diampuni. Dan hadits-hadits yang diriwayatkan tentang kejelekan mereka, kebanyakannya adalah bohong, dan diantaranya ada yang telah diriwayatkan, akan tetapi terjadi penambahan atau pengurangan, dan yang diselewengkan dari makna yang benar. Kalau ada riwayat yang shahih, maka para Sahabatpun mendapay udzur, disebabkan mereka tidak sengaja melakukannya, kemudian jumlah perbuatan mereka yang pantas diingkari sangat sedikit, dan tertutup disisi kemuliaan, kelebihan dan kebaikan mereka berupa iman kepada Allah, dan Rasul-Nya, hijrah, pembelaan, berjihad dijalan Allah, ilmu yang bermanfaat dan amal yang sholeh.
Sesungguhnya barangsiapa yang melihat dengan ilmu pengetahuan dan pemahaman yang tajam kepada riwayat hidup, kelebihan dan keutamaan yang dianugerahkan Allah kepada mereka, maka pastilah dia mengetahui dengan seyakin-yakinnya, bahwa mereka adalah sebai-baik makhluk setelah para Nabi dan Rasul. dan tidak ada, juga tidak akan pernah ad manusia yang seperti mereka, karena mereka itu adalah generasi pilihan dari umat ini, yamh mana umat ini adalah sebaik-baik umat, dan yang paling dimuliakan.
Catatan:
Dalam menerangkan kesalahan Sahabat dalam masalah fikih sama sekali tidak termasuk kedalam sikap menampakan kejelekan. Bahkan hal itu merupakan tanggung jawab, dan tuntunan sikap menunaikan nasehat dan kebaikan kepada umat. Maka ahli ilmu dan iman (ulama) tidak pernah menganggap seseorang dari mereka terlindung dari dosa dan juga tidak menganggapnya berdosa. Sedangkan ahli bid'ah dan pelaku kesesatan menjadikan kesalahan dan dosa sebagai dua unsur yang paling berkaitan.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa Ahli Sunnah Wal Jama'ah berada diporos tengah dalam masalah “sahabat”, diantara orang-orang yang berlebihan dalam menyanjung, lalu mereka mengatakan sahabat adalah ma'sum (suci dari dosa), dan diantara orang yang meremehkan mereka, sehingga mereka mengatakan disebabkan dengan kesalahan, sahabat mendapatkan dosa dan melampaui batas.1)
1) dinukil www.sohabat.org dari buku Keutamaan dan Hak-Hak Para Sahabat, Abdullah bin Sholeh Al-Qushair, Cetakan Islamic Da'wah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar